Tentang kami

Latar Belakang

sejarah

Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga

Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga digagas pada akhir tahun 2000 sebagai bagian dari inisiatif Komnas Perempuan yang dikenal sebagai “Proyek Janda”. Tujuan Proyek Janda adalah untuk mendokumentasikan kehidupan para janda di daerah-daerah yang dilanda konflik. Hal ini dilakukan bersamaan dengan niat Bank Dunia melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dalam merespon permintaan janda korban konflik untuk mengakses sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan ekonomi dan pengalaman traumatis mereka dengan lebih baik.

Komnas Perempuan kemudian bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) membentuk Sekretariat Nasional (Seknas) untuk mengembangkan gagasan awal ini dan meminta Nani Zulminarni, Direktur PPSW pada saat itu untuk menjadi koordinator program ini.

Melalui proses refleksi dan diskusi intensif dengan berbagai pihak, Nani kemudian mengusulkan agar “Widows Project” ditransformasi menjadi Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga atau disebut PEKKA agar lebih provokatif dan ideologis, yaitu dengan menempatkan janda pada kedudukan, peran, dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, bukan dilihat dari status perkawinan semata.  Selain itu, upaya ini diharapkan mampu membuat perubahan sosial dan mengangkat martabat janda yang didalam masyarakat memiliki stigma negatif.

PEKKA mulai berkegiatan pada pertengahan tahun 2001, dan kelompok Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) pertama terbentuk pada awal tahun 2002 di Pulau Adonara, Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2004 dibentuklah Yayasan PEKKA untuk melanjutkan pengorganisasian dan pendampingan pada kelompok Perempuan Kepala Keluarga yang disebut sebagai Kelompok Pekka.

Sejalan dengan semakin berkembangnya Kelompok Pekka di berbagai wilayah Indonesia, maka pada tahun 2008 dikembangkanlah Serikat Perempuan Kepala Keluarga atau Serikat Pekka sebagai organisasi berbasis massa yang otonom.  Pada tahun 2009 Serikat Pekka dari berbagai wilayah di Indonesia membentuk organisas tingkat nasional sebagai payung organisasi gerakan Pekka yang disebut Federasi Serikat Pekka Indonesia (FSPI) Federasi adalah organisasi tingkat nasional atau sebagai payung organisasi gerakan Pekka di tingkat nasional. Sekretariat Federasi Pekka tingkat Nasional mulai aktif pada pertengahan tahun 2018.

Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik pada 2020, secara keseluruhan ada 11,44 juta keluarga dikepalai oleh perempuan yang artinya 1 dari 4 rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh perempuan. Mayoritas dari perempuan yang menjadi kepala rumah tangga tersebut, hidup di bawah garis kemiskinan.

Data BPS tersebut selaras dengan hasil survei anggota Pekka pada tahun 2020 dimana anggota komunitas Pekka banyak yang berprofesi sebagai buruh tani, serabut dan sektor informal lainnya. Ini sangat kontradiktif dimana kalau kita lihat dari pendapatan perempuan kepala keluarga yang termasuk dalam kategori masyarakat miskin, dari pendapatan anggota Pekka Rp 1-500.000 per bulan.

Sementara, dalam survei anggota Pekka tahun 2020 mengenai pendidikan anggota Pekka. Kebanyakan anggota Pekka telah menempuh pendidikan hingga tamat SD/Sederajat atau tidak tamat SMP. Di tempat selanjutnya anggota Pekka mayoritas tidak menyelesaikan bangku pendidikan SD/Sederajat.

Dari hasil pendataan anggota Pekka tersebut ada 298 anggota Pekka merupakan penyandang disabilitas. Berdasarkan usia, disabilitas paling banyak disandang anggota Pekka pada usia lansia yaitu 38%, usia antara 41-50 tahun 24% pada usia 51-60 tahun 22% di usia kurang dari 40 tahun 16%.

Urgensi

Mengapa Penting Mengorganisir Perempuan Kepala Keluarga

Pada saat PEKKA digagas tahun 2001, Badan Pusat Statistik (BPS) RI mencatat jumlah penduduk miskin mencapai 37.87 juta jiwa atau sekitar 18.41%, dan jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan mencapai 13%. Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik pada 2020, secara keseluruhan ada 11,44 juta keluarga dikepalai oleh perempuan yang artinya 1 dari 4 rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh perempuan.  Mayoritas dari perempuan yang menjadi kepala rumah tangga tersebut, hidup di bawah garis kemiskinan.

statistik

Survei Profil Anggota Pekka 2020

0 %
Keluarga miskin dikepalai oleh perempuan
0 %
Berpendidikan rendah
0
Anggota PEKKA memiliki disabilitas
0 %
Pernikahan tidak tercatat
Tentang mereka

Siapa Perempuan Kepala Keluarga?

Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan Kepala Keluarga sebagai pencari nafkah dalam keluarga atau seseorang yang dianggap sebagai kepala keluarga.

 

PEKKA mendeskripsikan Perempuan Kepala Keluarga sebagai perempuan yang melaksanakan peran dan tanggung jawab sebagai pencari nafkah, pengelola rumah tangga, penjaga keberlangsungan kehidupan keluarga dan pengambil keputusan dalam keluarganya, termasuk:

 

  • Perempuan yang suaminya meninggal
  • Perempuan yang bercerai
  • Perempuan lajang yang menafkahi diri sendiri dan/atau keluarganya
  • Perempuan yang ditelantarkan oleh suami
  • Perempuan yang suaminya sakit menahun
  • Perempuan bersuami yang menjadi pencari nafkah
  • Perempuan bersuami namun suaminya merantau mencari nafkah di luar daerah

Visi & Misi Kami

  • Ikut menciptakan tatanan masyarakat yang sejahtera, adil jender dan bermartabat
  • Menjaga visi pemajuan dan keberlanjutan gerakan perempuan kepala keluarga
  • Mengembangkan sumberdaya untuk pemberdayaan perempuan kepala keluarga dan masyarakat melalui gerakan yang inklusif, massif, terstruktur, dan efektif.
  • Ikut membangun dan memperkuat gerakan sosial ekonomi bersama komunitas Pekka secara berakar dan akuntabel atas dasar pengalaman pengorganisasian Pekka sebagai pembelajaran bagi gerakan sosial lainnya.